”Gaji yang kita terima tuh....tanggal 15,16 sudah habis....gaji kita, buat kehidupan sehari-hari cuma sampai tengah bulan doang...semua barang-barang serba mahal, belanjaan mahal dan hidup semakin susah”.
”Masa sih...gaji atau penghasilan yang kecil... kok cukup?
”Si Fulan yang suami istri bekerja aja.....ngeluh terus tuh....gimana ceritanya?”.
”Apalagi hidup di Jakarta !”
Itulah barangkali penggalan-penggalan kalimat keputus-asaan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi perekonomian kita yang serba sulit, disertai dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada menjadikan beban ekonomi keluarga semakin bertambah berat. Wajar dan sangat normal jika tercetus ungkapan-ungkapan keluhan seperti pada kalimat-kalimat diatas.
”Upaya menyelesaikan masalah tersebut solusinya ada dua....Gaji di naikkan atau harga-harga di turunkan”, kata yang lain.
”Eh...kawan-kawan ternyata dua solusi diatas tidak mudah dilaksanakan. Menurut ahlinya, itu semua akan berdampak kepada ketidak seimbangan ekonomi secara makro.....njlimet ya..”,kata orang yang lain lagi.
Melihat situasi dan kondisi seperti ini, penulis teringat sekitar 14 tahun yang lalu, sekitar tahun 1994...Pada tahun itu perekonomian kita bagus, tetapi tetap saja standar hidup normal masih jauh dari mencukupi. Masih banyak anggota kita, baik militer maupun PNS yang hidup jauh dari cukup. Mereka hidup gali lobang tutup lobang, pinjam dari Koperasi untuk melunasi hutang di koperasi yang lain....dan itu terjadi bukan kepada satu atau dua orang anggota....prosentase nya cukup banyak.(Penulis pada saat itu menjadi pengurus sebuah Primer Koperasi). Banyak anggota membawa hanya struk gaji nya saja, karena gajinya sudah habis....tetapi gaji nya habis bukan untuk foya-foya, tetapi memang gaji nya pada saat itu kecil sekali. Jika ada kebutuhan yang sangat mendesak kembali ke koperasi.
Kawan...kondisi itu tidak hanya dialami oleh anggota saja, akan tetapi juga di alami oleh para Perwira.
Sebagai pengurus Koperasi, penulis melaporkan hal ini kepada Atasan, namun tanggapan dan arahan beliau pada saat itu adalah cerita tentang teori manajemen pengaturan gaji dan ketidak mampuan anggota tersebut dalam hal pengaturan gaji. Selesai.
Dimulai dari ketidak-puasan terhadap tanggapan/arahan pimpinan, penulis mencoba mencari solusinya bagaimana supaya anggota-anggota bisa mentas atau merdeka dari kesulitan/ himpitan ekonomi.
Mengumpulkan Dana untuk Modal Dagang Anggota
”OK, mulai bulan depan gaji kita, tiap bulan kita potong 2,5 %”, kesepakatan penulis dengan Bambang Surya Atmaja dan Pak M.Amin (Alm),....(mudah-mudahan amal baik Beliau di terima oleh Tuhan YME dan menempatkan Beliau di sisi Nya....amin). Setelah sebelumnya kita ngobrol-ngobrol tentang kondisi anggota yang gajinya banyak yang minus, dan koperasi pun tidak dapat banyak membantu memecahkan permasalahan ini.
Dengan dana yang terkumpul, kita sambangi orang-perorang yang masuk dalam daftar....dengan skala prioritas tentunya. Satu persatu mereka mentas. Ada yang dagang gado-gado dirumahnya, ada yang dagang beras, kemudian meningkat membuat warung sembako, ada yang dagang gorengan dan lain sebagainya.
Dagang Gado-gado tentunya tidak seberapa, kecil sekali…tetapi dengan perhatian dan dorongan, membuat semangat hidup mereka bangkit dan mereka menghargai penghasilannya walau kecil. Untuk makan keseharian mereka menjadi tidak was-was dan pada akhirnya kinerja mereka untuk kedinasan dapat di andalkan.
(Hingga pada suatu waktu jumlah donatur bertambah hingga mencapai dua puluhan orang dari semula tiga orang, Tahun 2000 Penulis pindah kedinasan....konon kegiatan vakum, mudah-mudahan dikarenakan sudah tidak ada lagi orang yang perlu di sambangi)
Anomalinya di mana…
Penulis teringat kepada petuah Guru, jika ingin sehat….peduli kepada orang yang sakit, tengoklah dia.
Jika ingin panjang umur….perbanyak silaturahmi, sambangilah orang-orang.
Jika ingin di luaskan rizki, peduli kepada orang yang belum beruntung, nafkah kan sebagian harta kita.
Dan pesan Guru yang selalu terngiang-ngiang ádalah, jika kau ingin kaya…..besarkan periuk mu pada hari Jumat…..
Kawan padahal menurut teori yang normal, jika sesuatu di kurangi maka akan berkurang dan sesuatu akan bertambah jika ditambah.
“ Duit sejuta di kurangi duapuluh lima ribu, ya enggak ada sejuta” kata kita.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, anomali adalah ketidak normalan atau penyimpangan dari normal atau kelainan.
Kawan, jadi dimana anomalinya…..di luar dugaan, kehidupan kita menjadi cukup dengan penghasilan yang ada…tidak punya beban ekonomi yang berat-berat, padahal gaji kita kan di kurangi tiap bulan….. Hidup kita menjadi serba positif. Lingkungan tidak menjadi beban, anak-anak menjadi sehat-sehat, keluarga sehat-sehat….kita pun jadi sehat.
Akhirnya..kita tidak perlu obat-obatan, tidak perlu vitamin tambahan dan tidak perlu pengeluaran yang sia-sia.....
Jadinya….cukup deh…
”Masa sih...gaji atau penghasilan yang kecil... kok cukup?
”Si Fulan yang suami istri bekerja aja.....ngeluh terus tuh....gimana ceritanya?”.
”Apalagi hidup di Jakarta !”
Itulah barangkali penggalan-penggalan kalimat keputus-asaan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi perekonomian kita yang serba sulit, disertai dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada menjadikan beban ekonomi keluarga semakin bertambah berat. Wajar dan sangat normal jika tercetus ungkapan-ungkapan keluhan seperti pada kalimat-kalimat diatas.
”Upaya menyelesaikan masalah tersebut solusinya ada dua....Gaji di naikkan atau harga-harga di turunkan”, kata yang lain.
”Eh...kawan-kawan ternyata dua solusi diatas tidak mudah dilaksanakan. Menurut ahlinya, itu semua akan berdampak kepada ketidak seimbangan ekonomi secara makro.....njlimet ya..”,kata orang yang lain lagi.
Melihat situasi dan kondisi seperti ini, penulis teringat sekitar 14 tahun yang lalu, sekitar tahun 1994...Pada tahun itu perekonomian kita bagus, tetapi tetap saja standar hidup normal masih jauh dari mencukupi. Masih banyak anggota kita, baik militer maupun PNS yang hidup jauh dari cukup. Mereka hidup gali lobang tutup lobang, pinjam dari Koperasi untuk melunasi hutang di koperasi yang lain....dan itu terjadi bukan kepada satu atau dua orang anggota....prosentase nya cukup banyak.(Penulis pada saat itu menjadi pengurus sebuah Primer Koperasi). Banyak anggota membawa hanya struk gaji nya saja, karena gajinya sudah habis....tetapi gaji nya habis bukan untuk foya-foya, tetapi memang gaji nya pada saat itu kecil sekali. Jika ada kebutuhan yang sangat mendesak kembali ke koperasi.
Kawan...kondisi itu tidak hanya dialami oleh anggota saja, akan tetapi juga di alami oleh para Perwira.
Sebagai pengurus Koperasi, penulis melaporkan hal ini kepada Atasan, namun tanggapan dan arahan beliau pada saat itu adalah cerita tentang teori manajemen pengaturan gaji dan ketidak mampuan anggota tersebut dalam hal pengaturan gaji. Selesai.
Dimulai dari ketidak-puasan terhadap tanggapan/arahan pimpinan, penulis mencoba mencari solusinya bagaimana supaya anggota-anggota bisa mentas atau merdeka dari kesulitan/ himpitan ekonomi.
Mengumpulkan Dana untuk Modal Dagang Anggota
”OK, mulai bulan depan gaji kita, tiap bulan kita potong 2,5 %”, kesepakatan penulis dengan Bambang Surya Atmaja dan Pak M.Amin (Alm),....(mudah-mudahan amal baik Beliau di terima oleh Tuhan YME dan menempatkan Beliau di sisi Nya....amin). Setelah sebelumnya kita ngobrol-ngobrol tentang kondisi anggota yang gajinya banyak yang minus, dan koperasi pun tidak dapat banyak membantu memecahkan permasalahan ini.
Dengan dana yang terkumpul, kita sambangi orang-perorang yang masuk dalam daftar....dengan skala prioritas tentunya. Satu persatu mereka mentas. Ada yang dagang gado-gado dirumahnya, ada yang dagang beras, kemudian meningkat membuat warung sembako, ada yang dagang gorengan dan lain sebagainya.
Dagang Gado-gado tentunya tidak seberapa, kecil sekali…tetapi dengan perhatian dan dorongan, membuat semangat hidup mereka bangkit dan mereka menghargai penghasilannya walau kecil. Untuk makan keseharian mereka menjadi tidak was-was dan pada akhirnya kinerja mereka untuk kedinasan dapat di andalkan.
(Hingga pada suatu waktu jumlah donatur bertambah hingga mencapai dua puluhan orang dari semula tiga orang, Tahun 2000 Penulis pindah kedinasan....konon kegiatan vakum, mudah-mudahan dikarenakan sudah tidak ada lagi orang yang perlu di sambangi)
Anomalinya di mana…
Penulis teringat kepada petuah Guru, jika ingin sehat….peduli kepada orang yang sakit, tengoklah dia.
Jika ingin panjang umur….perbanyak silaturahmi, sambangilah orang-orang.
Jika ingin di luaskan rizki, peduli kepada orang yang belum beruntung, nafkah kan sebagian harta kita.
Dan pesan Guru yang selalu terngiang-ngiang ádalah, jika kau ingin kaya…..besarkan periuk mu pada hari Jumat…..
Kawan padahal menurut teori yang normal, jika sesuatu di kurangi maka akan berkurang dan sesuatu akan bertambah jika ditambah.
“ Duit sejuta di kurangi duapuluh lima ribu, ya enggak ada sejuta” kata kita.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, anomali adalah ketidak normalan atau penyimpangan dari normal atau kelainan.
Kawan, jadi dimana anomalinya…..di luar dugaan, kehidupan kita menjadi cukup dengan penghasilan yang ada…tidak punya beban ekonomi yang berat-berat, padahal gaji kita kan di kurangi tiap bulan….. Hidup kita menjadi serba positif. Lingkungan tidak menjadi beban, anak-anak menjadi sehat-sehat, keluarga sehat-sehat….kita pun jadi sehat.
Akhirnya..kita tidak perlu obat-obatan, tidak perlu vitamin tambahan dan tidak perlu pengeluaran yang sia-sia.....
Jadinya….cukup deh…
Dimana sih sekolah manajemennya...
BalasHapusBerapapun gaji yang kita terima tak akan "cukup". Sekalipun gaji kita sluas samudra dan sebesar gunung..
BalasHapusYang bisa membuat cukup adalah rasa syukur bahwa kita masih menerima Nikmat dan rejeki dari-Nya...
Betul Mas Antok......
BalasHapusSyukur nikmat itulah yang membuat kita menjadi cukup..
Itulah masyalahnya.... alamat untuk menyampaikan rasa syukur itu yang belum ketemu..
Mohon di bantu Mas...ke siapa syukur itu kita sampaikan, dimana alamatnya...
rasa syukur itu adanya pada prilaku kita sehari-hari... sehingga alamatkan saja pada diri sendiri
BalasHapusrasa syukur ada pada prilaku kita sehari-hari, jadi alamatkan saja rasa syukurnya kpd diri sendiri
BalasHapuslingkungan sosial sgt berpengaruh pada prilku hidup kita, dgn gaji sama pangkat sama,,,tetapi knapa mereka bs lebih..? harus ada kesamaam lokasi, jgn ada istilah lokasi basah dan kering, di negara luar itu tdk ada,,,kurangi kebocoran yg menguntungkan sebagian pihak, pasti deh, prilaku hidup sosial berubah....,trim ksh kol tipsnya..
BalasHapusBetul Mas Pandu...alamatnya ada pada diri kita sendiri....kita harus mengenal diri kita dahulu..
BalasHapusTidak kenal.. maka tidak sayang.
Maka harus kenal sama diri sendiri dahulu baru..baru kita bisa sayang sama diri kita.
Masalahnya...Pak pandu..
Kita tidak bisa mengenal diri..jika belum bisa mengenalNya..
Begitu kate si sufimuda di http://sufimuda.blogspot.com
he3x...